HAMPIR semua orang di muka Bumi sebentar lagi akan merayakan pergantian tahun baru Masehi dengan penuh kegembiraan. Hal ini menandai awal dari suatu periode di mana mereka membuka lembaran baru dan menetapkan tekad untuk mencapai resolusi di tahun yang baru.
Tahun baru Masehi merujuk pada awal tahun dalam kalender Masehi yang secara luas diakui dan digunakan di seluruh dunia. Masyarakat global merayakan pergantian tahun baru Masehi melalui berbagai kegiatan, mulai dari berkumpul bersama keluarga hingga menghadiri pesta malam tahun baru yang meriah.
Meski demikian, tahukah Anda tentang asal usul perayaan tahun baru Masehi? Perayaan Tahun Baru Masehi Pertama Kali Dilakukan Dari data historis, perayaan tahun baru Masehi bermula sekitar 4.000 tahun yang lalu atau sekitar 2.000 tahun sebelum Masehi. Tradisi ini pertama kali diperkenalkan oleh masyarakat Babilonia Kuno sebagai bentuk penghormatan terhadap kedatangan tahun baru. Masyarakat Babilonia menggunakan penanggalan bulan pertama yang didasarkan pada perpotongan lingkaran ekuator dan ekliptika (vernal equinox) sehingga perayaan tahun baru dimulai pada pergantian musim, yaitu pertengahan Maret.
Perayaan tahun baru bangsa Babilonia kuno melibatkan sejumlah ritual, salah satunya adalah pelaksanaan festival keagamaan yang dikenal sebagai Akitu. Festival ini berlangsung selama 11 hari dengan berbagai kegiatan yang berbeda setiap harinya. Bagi masyarakat Babilonia, perayaan tahun baru memiliki makna khusus sebagai bentuk penghormatan atas kemenangan Dewa Langit Marduk dalam pertempuran melawan Dewi Tiamat, yang merupakan dewi laut yang dianggap jahat.
Selama perayaan, Raja Babilonia juga menerima mahkota sebagai simbol dari para dewa sebagai tanda penobatan. Asal Usul Sejarah Perayaan Tahun Baru Masehi Asal mula perayaan tahun baru Masehi dapat ditelusuri hingga ke peradaban kuno Romawi, yang dikenal sebagai masyarakat pagan atau pemuja berhala, serta komunitas Zoroastrianisme yang menyembah dewa. Sebelum menggunakan penanggalan Masehi, bangsa Romawi kuno mengadopsi kalender Romawi mereka sendiri sebagai acuan waktu pada masa itu. Namun, setelah Julius Caesar menjadi kaisar Roma, dia memutuskan untuk menggantikan kalender tradisional Romawi yang sudah ada sejak abad ke-7 SM.
Proses perumusan kalender baru ini melibatkan bantuan Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah. Sosigenes menyarankan agar kalender baru ini didasarkan pada revolusi matahari, sesuai dengan praktik yang telah dilakukan oleh orang Mesir pada masa lalu. Hasil dari perumusan tersebut adalah satu tahun dalam kalender baru dihitung sebagai 365,25 hari, dan Julius Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM.
Selain itu, setiap empat tahun sekali, satu hari ditambahkan ke kalender ini, menciptakan tahun kabisat yang terdiri dari 366 hari dan bertujuan untuk menghindari penyimpangan dalam perhitungan waktu. Awal tahun dalam kalender Masehi diatur pada bulan Januari, diambil dari nama dewa berwajah dua, Janus, yang diyakini sebagai penjaga pintu gerbang Olympus. Sebelum kematiannya pada tahun 44 SM, Julius Caesar juga mengganti nama bulan Quintilis menjadi Julius atau Juli, serta Sextilis menjadi Agustus, mengikuti penggantian tersebut oleh kaisar penerusnya, Augustus. Awalnya, kalender Julian atau Masehi hanya digunakan oleh bangsa Romawi kuno. Namun, setelah Kekristenan menjadi agama resmi di kekaisaran Romawi kuno pada tahun 312 M, sistem penanggalannya mengikuti kalender Julian.
Tahun kelahiran Yesus Kristus dianggap sebagai tahun 1 Masehi. Begitu pula dengan bangsa Yahudi, setelah Yerusalem jatuh ke tangan Romawi pada tahun 63 SM, penanggalan Yahudi berganti menjadi penanggalan Masehi. Seiring berjalannya waktu, muncul suatu tradisi yang dikenal sebagai “Sylvester Night,” di mana orang-orang merayakan dengan pesta pada malam 31 Desember hingga 1 Januari. Tradisi ini kemudian menjadi bagian dari sejarah perayaan tahun baru Masehi yang tetap diperingati hingga saat ini. Setiap tahunnya, perayaan tahun baru di seluruh dunia telah mengalami modernisasi. Setiap negara memiliki tradisi perayaan tahun baru yang unik.
Contohnya, di Spanyol, serta beberapa negara berbahasa Spanyol lainnya, orang merayakan Tahun Baru dengan mengonsumsi selusin buah anggur. Buah anggur tersebut melambangkan harapan untuk tahun mendatang. Sedangkan di negara-negara seperti Kuba, Austria, Hongaria, dan Portugal, perayaan Tahun Baru dilakukan dengan menyantap daging babi. Masyarakat di sana menganggap babi sebagai simbol kemajuan dan kemakmuran. Sementara itu, di Swedia dan Norwegia, masyarakat merayakan Tahun Baru dengan menyajikan puding nasi yang menyimpan kacang almond di dalamnya. Dengan begitu dipercayai bahwa menemukan kacang almond tersebut akan membawa keberuntungan sepanjang tahun mendatang.