Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam atau jurang yang berada di perbatasan Kota Bukittinggi, Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam, Sumatra Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok sebagai garis batas kota dari selatan ngarai Koto Gadang sampai ke Nagari Sianok Anam Suku, dan berakhir di Kecamatan Palupuh.
Ngarai Sianok menjadi salah satu objek wisata andalan provinsi tersebut. Ngarai Sianok yang dalam jurangnya sekitar 100 m ini, membentang sepanjang 15 km dengan lebar sekitar 200 m, dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan Pulau Sumatra menjadi dua bagian memanjang (patahan Semangko).
Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang hijau—hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal)—yang dialiri Batang Sianok (batang berarti sungai, dalam bahasa Minangkabau) yang airnya jernih. Pada zaman kolonial Belanda, jurang ini disebut juga sebagai karbouwengat atau kerbau sanget, karena banyaknya kerbau liar yang hidup bebas di dasar ngarai ini.
Batang Sianok kini bisa diarungi dengan menggunakan kano dan kayak yang disaranai oleh suatu organisasi olahraga air “Qurays”. Rute yang ditempuh adalah dari nagari Lambah sampai jorong Sitingkai nagari Palupuh selama kira-kira 3,5 jam. Di tepiannya masih banyak dijumpai tumbuhan langka, seperti rafflesia dan tumbuhan obat-obatan.
Fauna yang dijumpai misalnya monyet ekor panjang, siamang, simpai, rusa, babi hutan, macan tutul, dan juga tapir. Sianok merupakan nama salah satu negara yang terletak di dasar lembah (ngarai) tersebut. Kata “sianok” berasal dari dua suku kata yakni “Si” dan “Anok” yang memiliki makna Si Pendiam.
Secara sejarah geologi, Ngarai ini sendiri terbentuk akibat letusan gunung api purba yang lokasinya di Danau Maninjau sekarang. Gunung itu bernama Gunung Tinjau. Selanjutnya selama ribuan tahun, melalui gerakan pergeseran horisontal sebesar 2 mm/hari terbukalah celah lebar ngarai sianok ini.
Patahan tempat pergeseran ini dinamai patahan Semangka, yang secara ilmu geologi terjadi akibat tumbukan dua lempeng, yaitu lempeng India dan lempeng Indo-Australia. Di balik indahnya tebing ngarai Ngarai Sianok, dalam memori kolektif masyarakat tersimpan sebuah legenda mengenai pembentukan ngarai ini.
Zaman dahulu kala ada seorang laki-laki yang bernama Katik Muno yang datang di area itu. Kedatangan Katik Muno dalam rangka mengiringi kedatangan pimpinannya, yaitu Sang Sapurba.
Mereka berdua menetap di wilayah pedalaman Sumatera, yakni area Minangkabau. Kati Muno memiliki tubuh besar, sakti dan kulit yang sangat keras seperti tembaga. Namun sayang sekali dia dikuasai nafsu sehingga berpikir untuk menjadi penguasa di negeri Minangkabau.
Didorong oleh keinginan menjadi penguasa di Minangkabau, sifat katik mono dari orang yang lemah lembut berubah menjadi orang yang kasar dan jahat. Kejahatannya menimbulkan penderitaan dan ketakutan bagi penduduk Minangkabau.
Melihat hal ini, Sang Sapurba yang merupakan atasan katik muno merasa malu. Untuk menghindari konflik dengan Sang Sapurba, Katik Muno berubah wujud menjadi naga dan membagi daratan menjadi 2 bagian.
Batas wilayah dari pembagian yang dilakukan oleh naga raksasa inilah yang saat ini menjadi Ngarai Sianok. Saat awal dibentuk oleh Sang Naga, dasar ngarai dialiri oleh api yang membara.
Namun setelah pertempuran antara Katik Muno dan Sang Sapurba yang diakhiri dengan kekalahan Katik Muno, dia menyadari kesalahannya. Sebagai bentuk permohonan maaf, dengan kesaktiannya Katik Muno mengubah aliran api di dasar ngarai menjadi aliran air yang indah dan menyejukkan.