Meski sulit, deteksi konten deepfake karya kecerdasan buatan (AI) seperti video pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) berbahasa Mandarin masih bisa dideteksi dengan berbagai teknik, termasuk watermark.
Lalu bagaimana cara agar tak terkecoh konten hasil polesan teknologi deepfake?
Managing Partner Red Asia, perusahaan teknologi berbasis AI, Damon Hakim menjelaskan dengan berkembangnya teknologi AI ini, masyarakat harus jeli ketika menerima informasi baik itu lewat tulisan, gambar, suara, maupun video.
“Jadi saya pikir teknologi sama seperti pisau bermata dua. Ada ada cara untuk menggunakan sebuah alat dengan cara yang benar dan salah tergantung dari usernya,” katanya.
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Informatika memastikan video Jokowi berbicara bahasa Mandarin masuk kategori disinformasi dan dibuat menggunakan teknologi deepfake.
Menkominfo Budi Arie Setiadi mengatakan video itu hasil suntingan menggunakan kecerdasan buatan alias AI deepfake. Ia memastikan video itu tidak benar.
“Kementerian Kominfo menyatakan bahwa video tersebut merupakan hasil editan yang menyesatkan,” kata Budi melalui keterangan tertulis, Kamis (26/10).
Ia menambahkan, “Di-edit sedemikian rupa dengan teknologi artificial intelligence (AI) deepfake.”
Istilah “deepfake” berasal dari teknologi yang mendasarinya – algoritma pembelajaran mendalam – yang belajar sendiri untuk memecahkan masalah dengan kumpulan data yang besar dan dapat digunakan untuk membuat konten palsu dari orang sungguhan.
“Deepfake adalah rekaman yang dihasilkan oleh komputer yang telah dilatih melalui gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya,” kata Cristina López, seorang analis senior di Graphika, sebuah perusahaan yang meneliti aliran informasi di jaringan digital, mengutip Business Insider.